JAKARTA - Rencana Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyerahkan pembersihan Monumen Nasional kepada perusahaan Jerman, Kaercher, dipertanyakan oleh ARAI (Asosiasi Rope Access Indonesia) dan Apklindo (Asosiasi Pengusaha Klining Service Indonesia). Protes tersebut disampaikan dalam bentuk surat kepada Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Dalam surat tersebut, ARAI dan Apklindo merasa tidak diperlakukan adil. Sebab, sejak tahun 2010, mereka sudah berkeinginan membersihkan tugu Monas, namun belum dapat respons dari Pemprov DKI Jakarta.
(Baca juga: Tanggapan Ahok)
Berikut isi surat yang ditujukan kepada Jokowi dan Basuki:
Pak Gubernur DKI yang terhormat,
ditengah kesibukan Bapak, singkat saja saya memperkanalkan diri nama saya Rivalinno Handoko - Praktisi K3 Bekerja di Ketinggian dengan akses tali/rope access - sudah melakukan profesi ini sejak tahun 1994 dan memiliki sertifikasi baik skala nasional maupun internasional.
Terkait dengan pembersihan Monas yang akan dilakukan oleh pihak Kaercher dalam waktu dekat ini, saya harus menyampaikan bahwa untuk pekerjaan pembersihan Monas kami merasa diperlakukan tidak adil. Ada apa sebenarnya dibalik pembersihan Monas yang rencananya akan dilakukan oleh pihak Kaercher?
Semoga Bapak ada waktu untuk mendengarkan kronologis dari saya:
Bahwa sejak 2010, kami dari ARAI (Asosiasi Rope Access Indonesia) dan Apklindo (Asosiasi Pengusaha Klining Service Indonesia) sudah mempunyai niatan untuk membersihkan Monas. Hal tersebut adalah dalam menyambut 50 tahun Monas (terhitung dari pencanangan batu pertama). Saat itu (Pak Fauzi Bowo yang masih menjabat sebagai Gubernur DKI) kami sudah memasukkan surat dan proposal ke Pengprov DKI, tapi sama sekali tidak ada respon. Demikian juga surat dan proposal ke UPT Monas. Tapi juga tidak ada respon.
Tahun lalu niat kami untuk membersihkan Monas juga direspon oleh Pak Ishadi SK, Direktur Trans Trans TV dan konon secara informal Pak Ishadi sudah menyampaikan niatan tersebut ke Pak Gubernur. Hanya saja karena suatu dan lain hal Trans TV belum dapat mewujudkan hal tersebut.
September 2013 seorang teman dari FORAKSI yang banyak bergiat di Kemenpora menyambut niat baik ini. Dan sangat Pak Menpora niat tersebut mendukung kami. Tapi tentu saja karena Monas masuk dalam area kerja Pemprov DKI, maka kami harus terlebih dahulu kulonuwun pada DKI. Dan dibuatlah surat dari FORAKSI dimana mendapat dukungan Menpora.
Pada bulan Februari 2014 atas nama Foraksi dan Menpora kami mengirimkan surat untuk pembersihan Monas kepada Pemprov DKI.
Dan surat permohonan tersebut akhirnya tembus ke DKI dan kami diundang rapat pada tanggal 3 Maret 2014. Pada rapat tersebut pihak UP Monas menyampaikan bahwa Monas akan dibersihkan Kaercher. Semua yang hadir tidak ada yang mengetahui hal tersebut. Bahkan Dinas Pariwisata DKI yang membawahi Monas tidak mengetahui hal tersebut.
Tanggal 14 Maret 2014 kembali kami diundang oleh Pemprov DKI untuk rapat koordinasi pembersihan tugu Monas. Saat itu rapat juga dihadiri oleh Ibu Rini Haryani, Kepala UP Monas. Pada rapat tersebut kembali disampaikan bahwa Monas akan dibersihkan oleh Kaercher dan pihak Kaercher sudah bertemu dengan Wagub. Terkait dengan hal tersebut, maka pada hari yang sama kami juga mengajukan surat untuk melakukan audiensi dengan Wagub untuk pembersihan Monas.
Tanggal 18 Maret 2014 kami dihubungi oleh pihak protokoler Wagub dan sisampaikan bahwa kami dijadwalkan bertemu Pak Wagub pada Jumat, 21 Maret 2014 pukul 14.00. Disampaikan bahwa jika tidak ada pertemuan yang mendesak, Pak Wagub pasti akan menemui kami.
21 Maret 2014 Pk. 13.30 kami sudah masuk kedalam ruang pertemuan Wagub. Tetapi bukan Wagub yang menemui kami, melainkan Ibu Silviana Murni. Ibu Silvi menyampaikan bahwa Pak Wagub sedang sibuk sehingga beliau diwakilkan oleh Ibu Silvi. Pada pertemuan tersebut kami sampaikan bahwa :
Kami sudah berusaha menembus DKI sejak 2010 tapi tidak berhasil. Bahwa Foraksi dan Kemenpora adalah sebagai jembatan yang menghubungi niat kami dengan Pemprov, sehingga Monas bisa dibersihkan.
Dalam pelaksanaannya, pekerjaan pembersihan Monas dilakukan oleh Asosiasi Rope Access Indonesia dan Asosiasi Pengusaha Klining Service Indonesia. Pada saat event pelaksanaan yang diperkirakan memakan waktu 1 bulan, Foraksi akan memeriahkan acara dengan menghadirkan olahraga aksi diseputaran Monas.
Dimana kami yang akan membersihkan Monas adalah profesional pada bidang masing-masing, yaitu bidang bekerja di ketinggian dengan akses tali/rope access dan bidang klining (pembersihan).
Kami menyampaikan bahwa treatmet untuk membersihkan Monas - yang terbuat dari marmer - adalah dengan teknik kristalisasi, dimana kami tidak hanya membersihkan, tapi juga merawat Monas.
Dalam pertemuan tersebut Ibu Silvia menyampaikan bahwa karena Kaercher sudah memasukan permohonan terlebih dulu, maka diputuskan oleh Wagub bahwa untuk tahun ini Kaercher akan membersihkan Monas dan kami dipersilakan untuk membersihkan tahun depan. Dalam hal ini kami tidak sepakat. Karena kalau perihal dulu-duluan rasanya sangat tidak adil. Karena kami sudah berusaha dari sejak lama tanpa diberi kesempata untuk bisa mepresetasikan niat kami. Sementara pihak Kaercher yang notabene pihak asing, bisa dengan mudah menembus DKI.
Ibu Silvia kemudian menghubungi Ibu Rini dan bersepakat untuk mempertemukan kami dengan pihak Kaercher. Tanggal 1 April Pukul 10.00, direncanakan pihak Kaercher akan bertemu dengan Ibu Rini dan Ibu Silvia di kantor ibu Silvia. Kami juga nantinya akan diundang.
Hingga tanggal 1 April 2014 tidak ada undangan dari pihak Ibu Silvia atau Ibu Rini kepada kami. Atas inisiatif sendiri saya tetap datang ke kantor Ibu Silvia pada Pukul 10.00 WIB. Disana sudah ada Ibu Rini dan pihak Kaercher. Disepakati oleh Ibu Silvia untuk pihak kami dan pihak Kaercher bekerjasama. Sore harinya saya mengirimkan email ke pihak Kaercher yang saya cc ke Ibu Silvia, untuk melakukan tindaklanjut bekerjasama. Saya juga mendapatkan informasi bahwa tanggal 2 April pihak Kercher akan melakukan press realease mengenai pembersihan Monas. Pada email saya, saya sampaikan bahwa kami mohon diinformasikan jam berapa dan dimana press conference akan dilakukan. Tidak ada balasan dari Kaercher.
Tanggal 2 April pihak Kaercher melakukan press release. Dan pada kesempatan tersebut Pak Wagub kemudian menyampaikan bahwa pekerjaan Monas diberikan pada pihak Kaercher karena Kaercher profesional, sementara Foraksi tidak. Bagaimana Pak Wagub bisa berkoar hal tersebut jika bertemu saja tidak? Informasi sudah kami sampaikan ke Ibu Silvia, kalau kemudian tidak sampai, dimana letak miss communication-nya?
Pak Gubernur yang terhormat,
niat kami membersihkan Monas juga dengan dana CSR. Malah kami bukan hanya membersihkan tapi merawatnya. Tapi hingga saat ini, tidak ada satupun dari pimpinan kami di DKI yang mau menemui kami. Begitu susahnya kah menembus birokrasi yang ada? Bahwa Wakil Bapak yang terhormat pun dengan bangganya melecehkan kami. Bertemu saja tidak, bagaimana bisa menilai kami? Silakan dicek, yang dibersihkan oleh Kaercher adalah gedung-2 unfinished (Coloseum Roma, Patung Yesus di Rio, Dam di Jepang, Mount Rushmore di Amerika - itu semua adalah jenis gedung unfinished, dimana memang dalam pembersihannya diperlukan alat high pressure seperti yang dimiliki Kaercher). Tapi Monas? Monas terbuat dari Marmer Itali yang mahal (dalam hal ini bung Karno memiliki taste yang terbaik) yang perawatannya dan pembersihannya tidak bisa hanya dengan sekedar high pressure Kaercher.
Saya sertakan disini sebuah link dari Ir. Dewi Ika Susilawati, Dipl.OSH, MK3, seorang ahli K3. Beliau melihat Monas dari sisi risk management : http://mysafetyrecord.blogspot.com/2014/04/save-monas-with-risk-management.html?zx=6df0cedc5adc5a1d
Keputusan untuk membersihkan Monas adalah hak penuh Pemprov DKI, Tapi pada kesempatan ini, ijinkan saya untuk menyampaikan kebenaran soal cara merawat Monas. Kalau memang kami belum diberi kesempatan untuk membersihkan monumen kebanggan tersebut, setidaknya kami diberi kesempatan untuk memaparkan apa yang kami ketahui. Sebagai bangsa Indonesia, saya sendiri merasa miris. Karena dengan rendah hati saya sampaikan bahwa teknisk memanjat Monas yang dilakukan para bule tersebut nantinya, adalah teknik yang juga saya punya. Sertifikasi yang dia miliki, saya juga punya. Alat yang digunakan untuk bekerja diketinggian adalah alat yang sama yang kami gunakan. Setelah 22 tahun Monas dibersihkan, 250 juta penduduk Indonesia akan kembali menjadi
penonton.
Terlampir saya kirimkan juga company profile Indorope - sebuah perusahan rope access di Indonesia yang membuka lapangan kerja bekerja di ketinggian di Indonesia dan Freshklindo http://www.freshklindo.com/ perusahaan lokal dengan client internasional yang merupakan anggota ARAI dan APKLINDO.
Sumber: Kompas
Dalam surat tersebut, ARAI dan Apklindo merasa tidak diperlakukan adil. Sebab, sejak tahun 2010, mereka sudah berkeinginan membersihkan tugu Monas, namun belum dapat respons dari Pemprov DKI Jakarta.
(Baca juga: Tanggapan Ahok)
Berikut isi surat yang ditujukan kepada Jokowi dan Basuki:
Pak Gubernur DKI yang terhormat,
ditengah kesibukan Bapak, singkat saja saya memperkanalkan diri nama saya Rivalinno Handoko - Praktisi K3 Bekerja di Ketinggian dengan akses tali/rope access - sudah melakukan profesi ini sejak tahun 1994 dan memiliki sertifikasi baik skala nasional maupun internasional.
Terkait dengan pembersihan Monas yang akan dilakukan oleh pihak Kaercher dalam waktu dekat ini, saya harus menyampaikan bahwa untuk pekerjaan pembersihan Monas kami merasa diperlakukan tidak adil. Ada apa sebenarnya dibalik pembersihan Monas yang rencananya akan dilakukan oleh pihak Kaercher?
Semoga Bapak ada waktu untuk mendengarkan kronologis dari saya:
Bahwa sejak 2010, kami dari ARAI (Asosiasi Rope Access Indonesia) dan Apklindo (Asosiasi Pengusaha Klining Service Indonesia) sudah mempunyai niatan untuk membersihkan Monas. Hal tersebut adalah dalam menyambut 50 tahun Monas (terhitung dari pencanangan batu pertama). Saat itu (Pak Fauzi Bowo yang masih menjabat sebagai Gubernur DKI) kami sudah memasukkan surat dan proposal ke Pengprov DKI, tapi sama sekali tidak ada respon. Demikian juga surat dan proposal ke UPT Monas. Tapi juga tidak ada respon.
Tahun lalu niat kami untuk membersihkan Monas juga direspon oleh Pak Ishadi SK, Direktur Trans Trans TV dan konon secara informal Pak Ishadi sudah menyampaikan niatan tersebut ke Pak Gubernur. Hanya saja karena suatu dan lain hal Trans TV belum dapat mewujudkan hal tersebut.
September 2013 seorang teman dari FORAKSI yang banyak bergiat di Kemenpora menyambut niat baik ini. Dan sangat Pak Menpora niat tersebut mendukung kami. Tapi tentu saja karena Monas masuk dalam area kerja Pemprov DKI, maka kami harus terlebih dahulu kulonuwun pada DKI. Dan dibuatlah surat dari FORAKSI dimana mendapat dukungan Menpora.
Pada bulan Februari 2014 atas nama Foraksi dan Menpora kami mengirimkan surat untuk pembersihan Monas kepada Pemprov DKI.
Dan surat permohonan tersebut akhirnya tembus ke DKI dan kami diundang rapat pada tanggal 3 Maret 2014. Pada rapat tersebut pihak UP Monas menyampaikan bahwa Monas akan dibersihkan Kaercher. Semua yang hadir tidak ada yang mengetahui hal tersebut. Bahkan Dinas Pariwisata DKI yang membawahi Monas tidak mengetahui hal tersebut.
Tanggal 14 Maret 2014 kembali kami diundang oleh Pemprov DKI untuk rapat koordinasi pembersihan tugu Monas. Saat itu rapat juga dihadiri oleh Ibu Rini Haryani, Kepala UP Monas. Pada rapat tersebut kembali disampaikan bahwa Monas akan dibersihkan oleh Kaercher dan pihak Kaercher sudah bertemu dengan Wagub. Terkait dengan hal tersebut, maka pada hari yang sama kami juga mengajukan surat untuk melakukan audiensi dengan Wagub untuk pembersihan Monas.
Tanggal 18 Maret 2014 kami dihubungi oleh pihak protokoler Wagub dan sisampaikan bahwa kami dijadwalkan bertemu Pak Wagub pada Jumat, 21 Maret 2014 pukul 14.00. Disampaikan bahwa jika tidak ada pertemuan yang mendesak, Pak Wagub pasti akan menemui kami.
21 Maret 2014 Pk. 13.30 kami sudah masuk kedalam ruang pertemuan Wagub. Tetapi bukan Wagub yang menemui kami, melainkan Ibu Silviana Murni. Ibu Silvi menyampaikan bahwa Pak Wagub sedang sibuk sehingga beliau diwakilkan oleh Ibu Silvi. Pada pertemuan tersebut kami sampaikan bahwa :
Kami sudah berusaha menembus DKI sejak 2010 tapi tidak berhasil. Bahwa Foraksi dan Kemenpora adalah sebagai jembatan yang menghubungi niat kami dengan Pemprov, sehingga Monas bisa dibersihkan.
Dalam pelaksanaannya, pekerjaan pembersihan Monas dilakukan oleh Asosiasi Rope Access Indonesia dan Asosiasi Pengusaha Klining Service Indonesia. Pada saat event pelaksanaan yang diperkirakan memakan waktu 1 bulan, Foraksi akan memeriahkan acara dengan menghadirkan olahraga aksi diseputaran Monas.
Dimana kami yang akan membersihkan Monas adalah profesional pada bidang masing-masing, yaitu bidang bekerja di ketinggian dengan akses tali/rope access dan bidang klining (pembersihan).
Kami menyampaikan bahwa treatmet untuk membersihkan Monas - yang terbuat dari marmer - adalah dengan teknik kristalisasi, dimana kami tidak hanya membersihkan, tapi juga merawat Monas.
Dalam pertemuan tersebut Ibu Silvia menyampaikan bahwa karena Kaercher sudah memasukan permohonan terlebih dulu, maka diputuskan oleh Wagub bahwa untuk tahun ini Kaercher akan membersihkan Monas dan kami dipersilakan untuk membersihkan tahun depan. Dalam hal ini kami tidak sepakat. Karena kalau perihal dulu-duluan rasanya sangat tidak adil. Karena kami sudah berusaha dari sejak lama tanpa diberi kesempata untuk bisa mepresetasikan niat kami. Sementara pihak Kaercher yang notabene pihak asing, bisa dengan mudah menembus DKI.
Ibu Silvia kemudian menghubungi Ibu Rini dan bersepakat untuk mempertemukan kami dengan pihak Kaercher. Tanggal 1 April Pukul 10.00, direncanakan pihak Kaercher akan bertemu dengan Ibu Rini dan Ibu Silvia di kantor ibu Silvia. Kami juga nantinya akan diundang.
Hingga tanggal 1 April 2014 tidak ada undangan dari pihak Ibu Silvia atau Ibu Rini kepada kami. Atas inisiatif sendiri saya tetap datang ke kantor Ibu Silvia pada Pukul 10.00 WIB. Disana sudah ada Ibu Rini dan pihak Kaercher. Disepakati oleh Ibu Silvia untuk pihak kami dan pihak Kaercher bekerjasama. Sore harinya saya mengirimkan email ke pihak Kaercher yang saya cc ke Ibu Silvia, untuk melakukan tindaklanjut bekerjasama. Saya juga mendapatkan informasi bahwa tanggal 2 April pihak Kercher akan melakukan press realease mengenai pembersihan Monas. Pada email saya, saya sampaikan bahwa kami mohon diinformasikan jam berapa dan dimana press conference akan dilakukan. Tidak ada balasan dari Kaercher.
Tanggal 2 April pihak Kaercher melakukan press release. Dan pada kesempatan tersebut Pak Wagub kemudian menyampaikan bahwa pekerjaan Monas diberikan pada pihak Kaercher karena Kaercher profesional, sementara Foraksi tidak. Bagaimana Pak Wagub bisa berkoar hal tersebut jika bertemu saja tidak? Informasi sudah kami sampaikan ke Ibu Silvia, kalau kemudian tidak sampai, dimana letak miss communication-nya?
Pak Gubernur yang terhormat,
niat kami membersihkan Monas juga dengan dana CSR. Malah kami bukan hanya membersihkan tapi merawatnya. Tapi hingga saat ini, tidak ada satupun dari pimpinan kami di DKI yang mau menemui kami. Begitu susahnya kah menembus birokrasi yang ada? Bahwa Wakil Bapak yang terhormat pun dengan bangganya melecehkan kami. Bertemu saja tidak, bagaimana bisa menilai kami? Silakan dicek, yang dibersihkan oleh Kaercher adalah gedung-2 unfinished (Coloseum Roma, Patung Yesus di Rio, Dam di Jepang, Mount Rushmore di Amerika - itu semua adalah jenis gedung unfinished, dimana memang dalam pembersihannya diperlukan alat high pressure seperti yang dimiliki Kaercher). Tapi Monas? Monas terbuat dari Marmer Itali yang mahal (dalam hal ini bung Karno memiliki taste yang terbaik) yang perawatannya dan pembersihannya tidak bisa hanya dengan sekedar high pressure Kaercher.
Saya sertakan disini sebuah link dari Ir. Dewi Ika Susilawati, Dipl.OSH, MK3, seorang ahli K3. Beliau melihat Monas dari sisi risk management : http://mysafetyrecord.blogspot.com/2014/04/save-monas-with-risk-management.html?zx=6df0cedc5adc5a1d
Keputusan untuk membersihkan Monas adalah hak penuh Pemprov DKI, Tapi pada kesempatan ini, ijinkan saya untuk menyampaikan kebenaran soal cara merawat Monas. Kalau memang kami belum diberi kesempatan untuk membersihkan monumen kebanggan tersebut, setidaknya kami diberi kesempatan untuk memaparkan apa yang kami ketahui. Sebagai bangsa Indonesia, saya sendiri merasa miris. Karena dengan rendah hati saya sampaikan bahwa teknisk memanjat Monas yang dilakukan para bule tersebut nantinya, adalah teknik yang juga saya punya. Sertifikasi yang dia miliki, saya juga punya. Alat yang digunakan untuk bekerja diketinggian adalah alat yang sama yang kami gunakan. Setelah 22 tahun Monas dibersihkan, 250 juta penduduk Indonesia akan kembali menjadi
penonton.
Terlampir saya kirimkan juga company profile Indorope - sebuah perusahan rope access di Indonesia yang membuka lapangan kerja bekerja di ketinggian di Indonesia dan Freshklindo http://www.freshklindo.com/ perusahaan lokal dengan client internasional yang merupakan anggota ARAI dan APKLINDO.
Sumber: Kompas
Penulis | : Kurnia Sari Aziza |
Editor | : Ana Shofiana Syatiri |
No comments:
Post a Comment